Kode Perilaku Malaka

Malaka mewajibkan semua wartawannya menaati Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Redaksi juga memiliki kode etik internal, yaitu Kode Perilaku Malaka, yang berisi pelbagai larangan dan sebuah kewajiban.

Panduan ini bukan hanya tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan; ia mencerminkan nilai-nilai yang dianut dalam bekerja. Kode perilaku ini dirumuskan oleh Jarar Siahaan, wartawan independen (dalam arti sebenarnya) asal Balige, Sumatra Utara. Kami memberikan penjelasan dalam setiap poinnya, serta menambahkan satu keharusan dalam rumusan tersebut:

Wartawan dan Karyawan Malaka wajib bekerja dengan rasa bangga.

Rasa bangga di Malaka bukan hanya untuk wartawan, tetapi juga untuk seluruh karyawan. Ini tercermin dalam kewajiban mereka untuk membagikan setiap produk jurnalistik yang dihasilkan. Kewajiban ini lahir dari kenyataan bahwa banyak orang yang hanya datang, menulis, dan pulang, tanpa memperhatikan dampak dari laporan yang mereka buat. Mereka tidak peduli dengan hasil kerja kolega mereka, atau bagaimana pesan yang terkandung dalam laporannya bisa sampai dan dipahami pembaca.

Malaka tidak membutuhkan karyawan yang “semisterius” itu, yang tidak paham dengan tujuan besar jurnalisme. Setiap karya Malaka harus disebarkan bersama-sama untuk menciptakan dampak yang lebih luas. Membagikan hasil kerja bukan hanya soal distribusi, tetapi juga memastikan laporan itu menjangkau banyak orang dan mencipta dampak. Inilah yang dimaksud dengan rasa bangga: bahwa setiap karya bukan milik satu orang, tetapi hasil kerja tim yang mesti dibanggakan bersama.

Wartawan Malaka Dilarang menyebarkan paham agama dan paham politik di kantor Malaka.

Ruang redaksi adalah jantung independensi sebuah media. Di sana, fakta diperiksa, berita disusun, dan keputusan dibuat tanpa campur tangan bias sektarian atau ideologi politik tertentu. Larangan ini memastikan bahwa Malaka tetap berdiri sebagai lembaga jurnalistik yang melayani kepentingan publik secara adil, tidak terdistorsi oleh pandangan pribadi atau kepentingan kelompok.

Wartawan Malaka dilarang merangkap anggota dan pengurus partai politik, tim sukses dalam pemilu, aktivis LSM, pemborong, dan pegawai pemerintah.

Larangan ini bertujuan menjaga integritas dan independensi wartawan Malaka. Jurnalisme menuntut netralitas, bebas dari pengaruh politik, bisnis, atau institusi tertentu. Keberpihakan hanya boleh pada kebenaran, seperti yang diajarkan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku The Elements of Journalism.

Wartawan yang menjadi anggota partai, aktivis, atau pegawai pemerintah berisiko kehilangan kredibilitas. Misalnya, seorang wartawan yang menjadi tim sukses pemilu sulit dipercaya saat meliput berita politik. Keterlibatan sebagai pemborong atau pegawai pemerintah juga dapat mengganggu objektivitas.

Wartawan Malaka dilarang melakukan favoritisme yang berlebihan terhadap narasumber berita, terutama pejabat publik.

Jurnalisme membutuhkan kedekatan untuk menggali informasi, tetapi kedekatan itu harus tetap berada dalam batas profesionalisme. Favoritisme, terutama terhadap pejabat publik, bisa mengaburkan objektivitas wartawan dalam menulis. Ketika hubungan terlalu akrab, ada risiko berita menjadi tidak seimbang.

Larangan ini juga melindungi wartawan Malaka dari potensi penyalahgunaan hubungan oleh narasumber yang memiliki kekuasaan.

Wartawan Malaka dilarang menerima sogokan, baik berupa uang maupun barang. Pemberian yang tidak dimaksudkan sebagai sogok boleh diterima dalam batas yang jelas.

Larangan ini menjaga integritas wartawan Malaka. Sogokan dalam bentuk apa pun menciptakan hubungan berbahaya dengan narasumber, mengancam kebebasan dan akurasi. Wartawan tidak boleh terpengaruh oleh pemberian yang dapat memengaruhi sudut pandang, baik langsung maupun tidak langsung.

Pemberian resmi seperti dana humas dalam jumpa pers sering menjadi area abu-abu. Meski bukan sogokan secara teknis, penerimaan ini dapat menciptakan persepsi negatif dan melemahkan independensi. Karena itu, Malaka hanya memperbolehkan penerimaan semacam ini dengan syarat ketat dan prinsip transparansi penuh.

Dana kehumasan hanya boleh diterima jika meliput acara seremoni, dan hasil liputannya dimuat dalam rubrik iklan, bukan berita umum. Di akhir artikel, akan disertakan keterangan eksplisit bahwa artikel tersebut merupakan konten berbayar.

Kenapa kami membolehkannya?

Karena gaji wartawan kami masih setara UMK, jauh di bawah standar AJI sebesar Rp8,42 juta. Jika kelak kami sudah mampu menggaji layak, semua pemberian semacam ini akan kami larang sepenuhnya serta dicantumkan dalam daftar Kode Perilaku Malaka. Dan yang terpenting, kami lebih memilih jujur kepada pembaca, ketimbang berpura-pura idealis sambil menyelundupkan advertorial sebagai berita.

Wartawan Malaka dilarang ikut serta dalam demonstrasi kecuali yang berkaitan dengan isu-isu jurnalisme, seperti kebebasan pers dan perjuangan kesejahteraan pekerja media.

Demonstrasi adalah ekspresi sikap, tetapi bagi wartawan, berpartisipasi dalam aksi massa yang tidak terkait dengan jurnalisme dapat mengganggu persepsi netralitas. Wartawan Malaka harus menjadi pengamat independen. Keterlibatan dalam demonstrasi dapat menciptakan konflik kepentingan, terutama jika isu yang didemonstrasikan nantinya menjadi bahan pemberitaan.

Wartawan Malaka dilarang menulis liputan suatu acara atau kegiatan, seperti seminar, yang dia sendiri terlibat di dalamnya selaku moderator, pembicara, atau panitia pelaksana, dan dilarang menulis berita yang menyangkut kerabat dekatnya sendiri.

Larangan ini menegaskan pentingnya menjaga jarak antara wartawan dan peristiwa yang diliput untuk menghindari konflik kepentingan. Ketika seorang wartawan terlibat langsung dalam sebuah acara, laporan yang dihasilkannya sulit dianggap objektif karena adanya keterlibatan emosional atau profesional. Pengecualian hanya berlaku jika keterlibatan itu dilakukan untuk menjelaskan situasi di lapangan secara jujur dan terbuka.

Hal serupa berlaku saat menulis berita tentang kerabat dekat, di mana netralitas dapat terganggu oleh kedekatan pribadi. Kode etik ini memastikan setiap liputan yang diterbitkan Malaka didasarkan pada pengamatan yang tidak terdistorsi oleh hubungan pribadi atau peran aktif wartawan. Jika situasi ini tidak bisa dihindari, tanggung jawab liputan harus dialihkan kepada wartawan lain yang tidak terlibat.

Wartawan Malaka dilarang memakai inisial, kode, atau nama samaran sebagai penulis berita.

Larangan ini menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap karya jurnalistik. Nama penulis adalah bentuk tanggung jawab. Penggunaan inisial, kode, atau nama samaran dapat merusak kredibilitas laporan dan melemahkan kepercayaan pembaca terhadap media.

Di Malaka, setiap berita wajib mencantumkan nama asli penulisnya, kecuali dalam situasi khusus seperti laporan kolektif atau tugas khusus yang telah disetujui. Kebijakan ini menegaskan komitmen Malaka terhadap keterbukaan dan mendorong wartawan untuk bertanggung jawab penuh atas karya mereka.

Wartawan Malaka harus berdiri di balik setiap kata yang mereka tulis, karena kredibilitas adalah mata uang utama dalam dunia pers.

Wartawan Malaka dilarang menulis berita yang kebenarannya belum terkonfirmasi atau terverifikasi.

Larangan dalam Kode Perilaku Malaka ini lahir dari keyakinan bahwa kebenaran bukan milik segelintir orang di ruang redaksi. Jurnalisme adalah soal kepercayaan, dan kepercayaan itu lahir dari akurasi. Prinsip ini adalah fondasi jurnalisme yang bertanggung jawab. Menulis berita tanpa konfirmasi atau verifikasi memadai berisiko menyebarkan informasi yang salah, merusak kepercayaan pembaca, dan mencederai reputasi media.

Di Malaka, setiap fakta dalam laporan harus melalui proses pemeriksaan yang ketat. Narasumber diverifikasi, dokumen diteliti, dan data dibandingkan untuk memastikan kebenarannya. Dalam situasi verifikasi belum sepenuhnya memungkinkan, wartawan Malaka diwajibkan menyampaikan konteks ketidakpastian tersebut kepada pembaca, bukan mengklaim sesuatu sebagai fakta yang mutlak.

Wartawan Malaka dilarang memakai konten media sosial sebagai sumber utama dalam liputannya.

Media sosial sering kali menjadi ladang informasi mentah, tidak terverifikasi, dan rentan terhadap manipulasi. Wartawan Malaka harus menggali informasi dari sumber yang kredibel, seperti narasumber langsung, dokumen resmi, atau observasi lapangan. Konten media sosial hanya boleh digunakan sebagai petunjuk awal atau pelengkap dalam liputan.

Wartawan Malaka dilarang mengarahkan jawaban narasumber dan menjebak narasumber dalam wawancara.

Wawancara adalah sarana untuk menggali fakta, bukan untuk membangun narasi yang diinginkan wartawan. Larangan dalam Kode Perilaku Malaka ini menekankan pentingnya menyusun pertanyaan secara netral, tanpa mengarahkan jawaban atau memanipulasi konteks. Menjebak narasumber dengan pertanyaan yang menyesatkan tidak hanya melanggar etika jurnalistik tetapi juga merusak hubungan kepercayaan antara wartawan dan narasumber. Wartawan Malaka wajib membiarkan narasumber berbicara secara jujur, dengan pertanyaan yang memicu klarifikasi atau penjelasan, bukan manipulasi.

Wartawan Malaka dilarang memperlihatkan naskah beritanya yang belum diterbitkan kepada narasumber.

Naskah berita adalah hasil kerja jurnalistik yang harus tetap independen dan tidak dipengaruhi oleh pihak luar, termasuk narasumber. Larangan ini bertujuan untuk mencegah narasumber mengubah, mengontrol, atau memengaruhi isi berita sebelum diterbitkan. Wartawan Malaka hanya diperbolehkan memperlihatkan narasi latar belakang, dan itu pun harus disertai dengan permohonan resmi wawancara.

Naskah latar belakang berita dalam permohonan wawancara adalah bagian dari mitigasi salah paham dan upaya untuk memberi narasumber pemahaman yang jelas tentang konteks yang sedang dibahas, serta mengapa pertanyaan wawancara penting dijawab.

Wartawan Malaka dilarang meminta bahan berita dari wartawan media lain, baik berupa teks, foto, maupun rekaman wawancara, dan juga dilarang memberikan hasil liputannya kepada wartawan media lain.

Larangan ini menegaskan pentingnya kemandirian dalam praktik jurnalistik. Wartawan Malaka harus menghasilkan karya dari upaya mereka sendiri, mulai dari wawancara, pengumpulan data, hingga penulisan. Menggunakan bahan dari wartawan lain tanpa izin tidak hanya melanggar etika, tetapi juga dapat dianggap sebagai plagiarisme. Larangan dalam Kode Perilaku Malaka ini, memungkinkan kami menjaga integritas dan orisinalitas setiap laporan yang diterbitkan.

Jika bahan berita dari media lain takdapat dihindari, sangat penting untuk mencantumkan sumber dengan jelas. Sumber ini bisa dimasukkan dalam narasi atau disebutkan secara eksplisit di akhir berita; menyebutkan siapa pewawancara atau media yang menyediakan bahan tersebut. Dengan begitu, transparansi tetap terjaga dan pembaca tahu dari mana informasi itu berasal.

Wartawan Malaka dilarang menulis hasil wawancara dengan narasumber awanama dan narasumber bernama samaran. Dalam pemberitaan tertentu, seperti jurnalisme investigasi, penggunaan narasumber awanama dan bernama samaran harus seizin pemimpin redaksi.

Transparansi adalah prinsip utama dalam jurnalisme Malaka. Penggunaan narasumber anonim atau bernama samaran dapat menurunkan kredibilitas berita, kecuali dalam kondisi tertentu yang keamanan narasumber menjadi prioritas, seperti dalam jurnalisme investigasi. Dalam kasus seperti ini, izin dari pemimpin redaksi harus diperoleh untuk memastikan keputusan tersebut berbasis alasan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Larangan ini memastikan bahwa setiap berita yang diterbitkan tetap berlandaskan pada fakta yang jelas dan dapat diverifikasi. Pedoman penggunaan sumber anonim harus dipahami dengan baik oleh seluruh wartawan Malaka untuk menjaga integritas dan kualitas liputan yang dihasilkan.

Wartawan Malaka dilarang mengomentari masalah politik dalam media sosial, situs web, dan aplikasi daring lain yang sifatnya terbaca oleh publik.

Wartawan Malaka harus menjaga citra independen di mata publik, termasuk di ruang digital. Mengomentari masalah politik di media sosial dapat menciptakan persepsi bias dan merusak kepercayaan pembaca terhadap netralitas Malaka. Wartawan harus tetap netral dalam pandangan publik, memisahkan opini pribadi dari tugas profesional mereka. Dalam setiap medium, wartawan Malaka diwajibkan menjaga sikap profesional dan menghindari tindakan yang dapat mencemari reputasi media.

Wartawan Malaka dilarang mengomentari berita-berita terbitan Malaka yang dibagikan warganet di media sosial.

Larangan dalam kode perilaku Malaka ini bertujuan untuk menjaga integritas dan netralitas Malaka sebagai lembaga jurnalistik. Wartawan Malaka tidak boleh terlibat dalam diskusi atau perdebatan publik yang dapat memperkeruh suasana atau menciptakan kesan defensif terhadap pemberitaan Malaka.

Kritik, bahkan caci maki dari warganet adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang perlu dihormati. Tugas wartawan adalah mendengarkan, memahami, dan terus meningkatkan kualitas pemberitaan tanpa perlu membalas komentar publik secara langsung. Dengan demikian, Malaka tetap berdiri sebagai institusi yang menghormati opini publik dan menjaga profesionalisme dalam segala situasi.

Wartawan Malaka dilarang mengatasnamakan redaksi Malaka ketika berbicara kepada publik.

Larangan ini bertujuan menjaga integritas dan konsistensi suara redaksi Malaka. Wartawan adalah bagian dari institusi jurnalistik, tetapi mereka tidak berwenang mewakili pandangan resmi Malaka tanpa izin. Pernyataan publik, termasuk di media sosial, harus selaras dengan kebijakan editorial dan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan pemimpin redaksi. Dengan demikian, Malaka memastikan setiap komunikasi publik mencerminkan prinsip dan visi redaksi secara profesional.

Wartawan Malaka dilarang menulis judul berita dengan diksi yang bersifat jebakan klik, seperti “Inilah,” “Lagi Viral,” dan “Wow, Enggak Nyangka.”

Judul adalah wajah pertama berita, dan Malaka menolak penggunaan diksi sensasional yang bertujuan memanipulasi klik pembaca. Wartawan Malaka harus menulis judul yang relevan, informatif, dan sesuai dengan isi berita. Gaya sensasional mengorbankan kredibilitas dan merendahkan standar jurnalistik. Malaka percaya bahwa kualitas berita akan berbicara lebih kuat daripada jebakan klik.

Wartawan Malaka dilarang menulis berita dengan ragam bahasa gaul, bahasa prokem, dan bahasa ilmiah.

Bahasa jurnalistik yang baik dan benar adalah syarat mutlak. Malaka mewajibkan seluruh wartawan menulis dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan universal. Laporan harus dapat dipahami semua kalangan, tanpa penggunaan bahasa yang terlalu santai (gaul atau prokem) atau terlalu rumit (ilmiah). Kaidah bahasa baku menjadi panduan utama agar informasi dapat tersampaikan secara profesional, tanpa kehilangan esensi atau makna.

Wartawan Malaka dilarang mencantumkan namanya sebagai fotografer atau penulis berita yang materinya hanya salinan dari siaran pers lembaga kehumasan.

Originalitas adalah prinsip utama Malaka. Wartawan tidak boleh mengklaim karya sebagai miliknya jika berita atau foto yang digunakan berasal dari siaran pers tanpa tambahan nilai jurnalistik. Setiap berita yang diterbitkan Malaka harus memiliki elemen orisinal, baik berupa wawancara langsung, analisis mendalam, atau pengamatan di lapangan. Hal ini menjaga kredibilitas media dan menghormati kerja jurnalistik yang sesungguhnya.

Wartawan Malaka dilarang memberitakan masalah privasi, seperti orang yang berselingkuh terhadap pasangannya, dan orang yang berpindah agama.

Wartawan Malaka dilarang memberitakan masalah privasi pribadi seperti perselingkuhan atau perubahan agama seseorang, kecuali jika keputusan pribadi tersebut memiliki relevansi yang jelas terhadap kepentingan publik. Privasi adalah hak dasar yang harus dihormati, dan wartawan Malaka tidak boleh mengekspos aspek kehidupan pribadi yang tidak berkaitan dengan isu-isu yang lebih luas dan berdampak pada masyarakat.

Namun, pengecualian dapat diberikan jika keputusan pribadi tersebut berhubungan dengan isu publik yang lebih besar, seperti pengaruhnya terhadap kebijakan publik, dampaknya terhadap komunitas, atau relevansinya dalam konteks sosial, politik, atau ekonomi yang lebih luas.

Wartawan Malaka dilarang menulis berita yang mengandung prasangka atau stereotip berdasarkan agama, suku, warna kulit, gender, cara berbusana, dan orientasi seksual.

Prasangka dan stereotip bertentangan dengan prinsip keadilan dalam jurnalisme. Wartawan Malaka wajib menghindari bias dalam pemberitaan, memastikan setiap laporan bebas dari narasi yang merendahkan atau mendiskriminasi kelompok tertentu. Malaka berdiri untuk jurnalisme yang inklusif dan menghormati keberagaman.

Wartawan Malaka dilarang mencantumkan suku dan agama pelaku kejahatan.

Menyebut suku atau agama pelaku kejahatan tidak relevan dengan konteks kriminalitas dan hanya memperkuat stereotip negatif terhadap kelompok tertentu. Malaka menekankan bahwa pemberitaan harus fokus pada fakta yang relevan dan tidak menciptakan stigma sosial. Wartawan Malaka diwajibkan menjaga etika ini demi melindungi harmoni sosial dan keadilan dalam pemberitaan.

Wartawan Malaka dilarang meliput, mewawancarai, dan memotret orang yang akan atau sedang melakukan bunuh diri.

Peliputan kasus bunuh diri harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Wartawan Malaka dilarang memberitakan secara langsung situasi orang yang akan atau sedang melakukan bunuh diri, karena hal tersebut dapat memperburuk kondisi korban, melukai privasi keluarga, dan memicu fenomena imitasi (copycat suicide). Malaka berkomitmen pada prinsip jurnalisme yang mengutamakan empati dan perlindungan terhadap individu dalam kondisi rentan.

Wartawan Malaka dilarang mewawancarai anak yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah.

Anak-anak adalah kelompok rentan yang harus dilindungi dalam setiap proses jurnalistik. Wawancara dengan anak-anak hanya diperbolehkan jika didampingi oleh orang tua atau keluarga dewasa sebagai bentuk perlindungan dan pengawasan. Malaka memastikan hak-hak anak dihormati dalam peliputan dan mencegah eksploitasi atau tekanan yang tidak seharusnya terjadi.

Wartawan Malaka dilarang memotret anak yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah dalam pose yang bisa membuat dia merasa malu atau menjadi tertawaan.

Melindungi martabat anak adalah salah satu prioritas utama Malaka. Wartawan dilarang mengambil atau menerbitkan foto yang dapat menciptakan stigma atau merusak harga diri anak. Dalam situasi foto tersebut sangat relevan dengan kepentingan publik, identitas anak harus disamarkan untuk menjaga privasi dan kesejahteraan mereka.

Wartawan Malaka dilarang mengedit foto liputan secara berlebihan yang dapat mengubah konteks dan makna foto.

Malaka hanya mengizinkan pengeditan minimal untuk kebutuhan teknis, seperti pencahayaan, penyesuaian tampilan, tanpa mengubah konteks atau makna asli gambar. Larangan dalam Kode Perilaku Malaka ini menjaga kredibilitas dan integritas foto jurnalistik sebagai bentuk representasi kebenaran.

Wartawan Malaka dilarang menjadi koordinator wartawan dan mengerjakan tugas kehumasan di instansi pemerintah, kepolisian, perusahaan, dsb., termasuk mengerjakan bahan berita untuk dibagikan kepada para wartawan.

Koordinasi media dan tugas kehumasan adalah peran yang tidak sesuai dengan prinsip independensi jurnalistik. Wartawan Malaka harus menjaga jarak dari kegiatan yang melibatkan promosi institusi atau distribusi bahan berita untuk pihak luar. Larangan ini memastikan bahwa wartawan Malaka tetap fokus pada tugas utama mereka sebagai pengamat independen, bukan sebagai bagian dari mesin propaganda atau komunikasi institusional.

Malaka tidak bergantung pada iklan penguasa; tak mau tunduk pada titah pengusaha. Kami hanya melayani satu kepentingan: publik. Karena itu, bila Anda merasa cerita-cerita seperti ini penting; bantu kami menjaga nyalanya tetap hidup.