Apa yang bisa merenggut nyawa empat manusia di dalam tangki kapal? Di ASL Shipyard, Batam, jawabannya datang dalam bentuk ledakan dari tangki MV Federal II, Selasa siang, 24 Juni 2025. Sejak saat itu, hampir takada yang terbuka bicara soal insiden maut itu. Banyak yang berkata tidak tahu setiap kali ditanya tentangnya.
Para pekerja yang kami temui pun takut salah bicara, terutama kepada wartawan. Mereka yang ditemui usai sif sore di dekat pintu keluar galangan menyebut manajemen ASL sangat ketat mengawasi informasi yang keluar. Enam bulan lalu, seorang pekerja dari perusahaan subkontraktor bahkan diberhentikan setelah mengunggah video insiden tersengat listrik ke media sosial. “Tersengat listriknya benar, tetapi soal korban jiwanya hoaks,” kata seorang pekerja kepada Malaka, 25 Juni 2025. Namanya kami rahasiakan atas permintaan.
Seorang pekerja lain kemudian mengirimkan video itu kepada Malaka. Dalam cuplikan berdurasi kurang dari satu menit, tampak tiga orang menempel tak bergerak di rangka scaffolding di sisi luar kapal. Suasana terdengar panik. “Sebenarnya bukan cuma ASL,” kata dia, “semua galangan pasti melarang pekerjanya merekam atau bicara soal kecelakaan ke luar karena sering disalahartikan.”
Hari itu, selain mencoba menggali kronologi ledakan Federal II dari para pekerja, Malaka sebenarnya juga mengirim surat permohonan wawancara kepada manajemen ASL. Hingga laporan ini ditulis, surat itu belum direspons. Kenneth Poh, manajer ASL Shipyard, yang dihubungi lewat telepon dan pesan singkat, tidak menjawab. Beberapa menit setelah pesan dan surat terkirim, nomor ponselnya tak lagi bisa dihubungi.
Lantas, apa yang sebenarnya ingin kami tanyakan?
Pekerjaan Berbahaya dan Beracun
Malaka menerima informasi dari sejumlah sumber yang mengetahui kegiatan MV Federal II. Kapal berbendera Indonesia buatan tahun 1990, itu meledak saat menjalani perbaikan di jeti PT ASL Shipyard. Ledakan disebut terjadi ketika beberapa pekerja sedang melakukan pekerjaan panas (hot work) di area tangki yang masih dalam proses pembersihan dan belum steril dari sisa gas dan minyak.

Pembersihan tangki semula menjadi tanggung jawab PT Ganda Samudra, perusahaan yang memiliki izin resmi untuk menangani tank cleaning. Pekerjaan itu kemudian diserahkan kepada PT New Era Teknik, penyedia tenaga kerja yang tidak memiliki izin untuk membersihkan tangki kapal, tetapi cukup dikenal di Batam memiliki kompetensi di bidang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Kedua perusahaan itu menyelesaikan pekerjaannya di kapal Federal II pada akhir Mei 2025. Saat kapal bersandar di dermaga ASL, masih ada sisa limbah di dalam tangki yang belum dibersihkan. Alih-alih memanggil kembali PT Ganda Samudra, pihak galangan disebut mengambil alih pekerjaan itu dan merekrut sekitar 50 tenaga kerja tambahan. Pembersihan lanjutan ini diduga dilakukan tanpa pengawasan dari KSOP Khusus Batam. Ledakan diduga terjadi saat seorang fitter melakukan pemotongan (cutting) di area tangki yang belum sepenuhnya bersih.
Selain tangki yang belum bersih dari limbah B3, sumber Malaka lainnya menyebut beberapa pihak di lingkungan kerja sebenarnya sudah mengingatkan potensi bahaya. Bahkan sempat direncanakan pemindahan sementara sekitar 7000 ton muatan dari dalam kapal untuk mengurangi risiko saat pekerjaan berlangsung. Namun, pemindahan itu batal dilakukan.
“Beruntung api cepat dipadamkan oleh ASL, hanya dalam hitungan menit,” kata seorang sumber yang mengetahui proses evakuasi kepada Malaka.
Malaka telah mencoba menghubungi PT New Era Teknik dan PT Ganda Samudra untuk wawancara sejak 26 Juni 2025, baik melalui sambungan telepon maupun dengan mendatangi langsung alamat perusahaan. Hingga berita ini ditulis, keduanya belum memberikan tanggapan. Jawaban dari kedua pihak akan dimuat dalam laporan selanjutnya.

Selain perusahaan pengelola limbah, Malaka juga menghubungi agen lokal yang menangani kapal Federal II. Gunawan dari Snepac Group enggan berkomentar banyak. Ia menyebut perusahaannya hanya mengurus keluar masuk kapal selama berada di Batam, sementara seluruh kegiatan selama kapal docking menjadi urusan galangan. “Maaf ya, kami kurang tahu soal itu. Mungkin langsung ditanyakan ke ASL,” katanya kepada Malaka lewat sambungan telepon, 27 Juni 2025.
Pertanyaannya kemudian: benarkah penanganan limbah B3 menjadi pemicu ledakan yang menewaskan empat orang dan melukai lima lainnya itu?
Kasus Baru, Masalah Lama
Kasus kecelakaan kerja ini kini ditangani oleh polisi. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, menyatakan bahwa penyebab ledakan masih dalam penyelidikan. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dan tengah melakukan pemeriksaan menyeluruh.
Menurut Debby, sejumlah saksi telah dimintai keterangan, tetapi ia belum bisa menyebut identitas mereka karena proses penyelidikan masih berjalan. Ia juga menyebutkan bahwa nilai kerugian akibat insiden ini belum dapat dipastikan.
“Biarkan tim kami bekerja terlebih dahulu,” kata Debby kepada Malaka, 26 Juni 2025.
Sementara itu, KSOP Khusus Batam menyatakan belum bisa mengambil tindakan karena kasus ini masih ditangani kepolisian. Kepala Seksi Penegakan Hukum KSOP Khusus Batam, Adi Rifai, mengatakan pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan. “Kami belum bisa melangkah lebih jauh sebelum hasil resmi keluar,” kata Adi kepada Malaka, 26 Juni 2025.
Adi juga belum dapat memastikan apakah ledakan disebabkan oleh tangki yang belum bersih. Namun, ia membenarkan bahwa pekerjaan pembersihan tangki kapal Federal II dilakukan oleh PT Ganda Samudra, dan menurut laporan yang diterima KSOP, pekerjaan itu dinyatakan selesai pada 27 Mei 2025. KSOP juga telah menerima informasi bahwa PT New Era Teknik bertindak sebagai penyedia tenaga kerja untuk pekerjaan pembersihan tangki tersebut.
Adi menambahkan, tidak ada laporan lanjutan soal pekerjaan tambahan, termasuk perekrutan tenaga kerja baru oleh galangan maupun rencana pemindahan sementara 700 ton muatan dari dalam kapal sebelum pengelasan dilakukan. Meski begitu, ia memastikan KSOP akan ikut mendalami kasus ini. “Setelah menerima kronologi resmi dari kepolisian, kami akan memanggil semua pihak terkait untuk dimintai keterangan,” katanya.

Masalah pengelolaan limbah bukan hal baru di galangan ASL Shipyard. Malaka menerima dua laporan sebelumnya terkait dugaan manipulasi dalam penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari kapal asing. Kasus pertama terjadi pada 2023 melalui kapal berbendera Liberia bernama Favola. Setahun kemudian, kasus serupa terjadi pada kapal berbendera Panama.
Dalam kedua kasus itu, ASL diduga tidak melaporkan secara lengkap kegiatan pembersihan tangki kapal. Kedua kapal tersebut juga diduga membawa limbah B3 untuk dibuang di Indonesia. Penanganan sempat dilakukan oleh aparat, tetapi kelanjutan kasusnya belum jelas hingga kini.
Alamat Kantor Jadi Tempat Pijat
Sembilan korban dalam kasus ini adalah pekerja dari dua perusahaan subkontraktor, yaitu PT Manchar Marine Batam (MMB) dan PT Ocean Pulse Solution (OPS). Malaka telah mencoba menghubungi keduanya melalui nomor kontak yang tercantum di laman Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), tetapi belum mendapat tanggapan. Alamat PT Manchar Marine Batam yang kami datangi pada 27 Juni 2025, bahkan sudah berubah fungsi menjadi tempat pijat.
Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepulauan Riau, Jhon Barus, belum bisa memastikan apakah para korban terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Ia mengatakan masih perlu dilakukan pemeriksaan. Menurutnya, pihak dinas sudah berulang kali mengingatkan perusahaan galangan kapal dan para subkontraktornya untuk mematuhi aturan soal jaminan sosial. “Bahkan sudah ada pakta integritasnya,” kata Jhon kepada kontributor Malaka, 26 Juni 2025.
Ia juga menyebut telah mengirim tim pengawas ke lokasi untuk menyelidiki dan mengevaluasi penerapan standar keselamatan kerja (K3) di ASL Shipyard. Hasil lengkap dari pengawasan itu masih dikumpulkan, termasuk dari pengawas spesialis lingkungan kerja.
Menurut Jhon, semua informasi dan kronologi harus ditelusuri menyeluruh untuk menentukan apakah insiden ini murni kecelakaan, human error, atau kelalaian dalam penerapan prosedur K3. “Kami akan telusuri secara historis. Nanti hasil pengawasan akan dijadikan rekomendasi,” katanya.
Randi Rizky berkontribusi dalam laporan ini. Disunting oleh Bintang Antonio.