Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Ipunk Nugroho Saksono, memerintahkan kapal pengawas perikanannya bergerak ke laut Natuna pada Sabtu, 12 April 2025. Perintah itu dikeluarkan hanya beberapa jam setelah Malaka mewawancarainya, menyusul laporan dari sejumlah nelayan Anambas yang melihat kapal ikan Vietnam masuk dan mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.
Titah itu baru kami ketahui keesokan harinya, Minggu malam, setelah tautan berita “Bang, Ada Kapal Vietnam Lagi” mengudara di internet. Ipunk mengirim pesan dan memberitahu bahwa kapal Orca O3 milik PSDKP sedang melakukan operasi senyap menuju Natuna. Ia meminta agar informasi itu tidak dipublikasikan sebelum penangkapan benar-benar terjadi.
Dua hari berselang, kabar penangkapan itu pun datang. Ipunk mengabarkan bahwa timnya berhasil menangkap dua kapal asing pencuri ikan. Namun, lokasi penangkapan tidak sesuai dengan laporan awal. Kapal-kapal tersebut tidak ditemukan di perairan utara Anambas, sebagaimana yang dilaporkan oleh nelayan dan diteruskan Malaka padanya.
“Kapal kami sudah mendatangi titik koordinat yang diberikan [oleh Malaka], tetapi saat tiba di sana sudah tidak ada aktivitas. Memang, berdasarkan pengalaman kami, kapal pukat trawl [Vietnam] ini selalu bergerak,” kata Ipunk kepada Malaka di Bandara Hang Nadim, Batam, 18 April 2025.
Setelah tidak menemukan target di lokasi awal, kapal patroli melanjutkan operasi ke arah Laut Natuna Utara, sekitar 280 mil laut dari titik semula. Dengan kecepatan rata-rata 20 knot, perjalanan itu memakan waktu sekitar 14 jam. Di sanalah, setelah menyisir perairan selama berjam-jam, petugas menemukan dua kapal ikan asing Vietnam yang tengah beroperasi secara ilegal.

Kedua kapal itu kemudian diseret ke markas PSDKP di Batam untuk proses lebih lanjut. Melalui sambungan telepon pada 17 April 2025, Ipunk memberi tahu bahwa ia akan menggelar konferensi pers di pangkalan PSDKP, dekat Jembatan III Barelang.
Nelayan Vietnam: Kami Salah
Dalam konferensi pers, Ipunk menjelaskan bahwa PSDKP sebenarnya sudah melakukan patroli sejak 10 April 2025. Operasi ini melibatkan Bakamla RI, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), Bea Cukai, TNI AL, dan Polisi Air dan Udara. Namun pencarian mereka tidak membuahkan hasil, sampai laporan dari Malaka diterima.
Dalam operasi terbaru ini, PSDKP berhasil mengamankan dua kapal ikan asing berbendera Vietnam, masing-masing bernama 936 TS dan 5762 TS. Sebanyak 30 anak buah kapal (ABK) ikut diamankan. Aktivitas ilegal mereka mencuri ikan di perairan Indonesia diperkirakan merugikan negara hingga Rp15 miliar.
“Kedua kapal ini menggunakan alat tangkap yang dilarang, yaitu pukat trawl. Daya rusaknya luar biasa,” kata Ipunk pada 18 April 2025. Ia menambahkan bahwa kegiatan tersebut jelas melanggar Undang-Undang Perikanan.
PSDKP tidak sendirian saat itu. Hadir pula Laksamana Muda TNI Andi Abdul Aziz dari Bakamla, Komandan kapal Orca O3 Mohammad Ma’ruf, dan Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan, Laksamana Madya TNI (Purn) Didit Herdiawan.
Didit mengingatkan agar proses hukum terhadap ABK Vietnam tetap mengedepankan sisi kemanusiaan. “Tolong diperhatikan ini, karena mereka bukan terpidana. Mereka korban,” katanya kepada Dirjen PSDKP Ipunk Nugroho.
Mendengar pernyataan itu, Malaka mencoba berbicara langsung dengan para nelayan asal Vietnam yang ditangkap. Bermodalkan aplikasi penerjemah, kami mendekati beberapa dari mereka. Namun, tak banyak yang mau berbicara. Menurut Nam, 30 tahun, nelayan dari Provinsi Kien Giang, petugas melarang mereka berinteraksi dengan wartawan. Wawancara pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Nam mengaku bekerja untuk perusahaan perikanan besar di kampung halamannya. Ia dan teman-temannya sudah 15 hari melaut, berangkat dari Kien Giang melewati jalur laut internasional di perbatasan Malaysia dan Indonesia, lalu masuk ke Laut Anambas Utara.
“Kami masuk dari jalur antara Malaysia dan Indonesia, lalu turunkan jaring dan mulai melaut,” kata Nam melalui Google Translate.
Namun, aktivitas mereka tak berlangsung lama. Kapal patroli Indonesia mendekat. Mereka sempat mencoba kabur ke jalur laut internasional, tapi sudah terlambat. “Kami ditangkap, tapi tidak ada tembakan atau kekerasan. Sepertinya memang kami salah, ilegal,” kata Nam.

Sepanjang wawancara, rekan-rekan Nam berusaha menutupi keberadaan Malaka agar tak terlihat oleh petugas. Ia dan seluruh awak kapal berharap pemerintah Vietnam dapat membantu membebaskan mereka dari jerat hukum di Indonesia.
Percakapan kami harus terhenti ketika Dirjen PSDKP Ipunk Nugroho dan Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan Didit Herdiawan bersiap meninggalkan lokasi usai meninjau dua kapal Vietnam yang ditangkap.
Solusinya Patroli Rutin
Mustafa, nelayan Anambas yang pertama kali melaporkan maraknya kapal ikan asing (KIA) Vietnam di Anambas dan Natuna, mengapresiasi langkah cepat aparat. Namun, ia tetap pesimis. Menurutnya, penangkapan seperti ini hanya berdampak sementara. Ia menyebut kasus serupa pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya, dan kapal asing tetap kembali.
“Sekarang memang mereka tidak berani lagi mencuri ikan, palingan bertahan seminggu. Setelah itu mereka datang lagi,” kata Mustafa, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siantan Timur, kepada Malaka pada Jumat sore, 14 April 2025.
Mustafa mengatakan dua kapal Vietnam yang ditangkap PSDKP bukanlah kapal yang ia laporkan. Menurutnya, titik koordinatnya berbeda.
Ia berharap kapal patroli Indonesia rutin menjaga laut Natuna dan Anambas. Mustafa, 45 tahun, tahu betul hidup nelayan Anambas bergantung pada laut. Di Anambas Utara, mereka memancing, memasang bubu, dan mencari nafkah dari hasil tangkapan. “Jangan sampai kerugian karena bubu-bubu kami rusak kembali terulang. Kami pasti akan susah lagi,” ujarnya.
Beberapa hari sebelum penangkapan, Mustafa juga sempat berbicara kepada Malaka. Dalam wawancara itu, ia mengatakan melihat kapal ikan asing Vietnam pada 25 Maret 2025. Ia bahkan menyertakan titik koordinat keberadaan kapal berdasarkan data GPS: 04.47.320 LU dan 106.07.563 BT.
Mustafa mengaku saat itu juga melihat kapal perang atau kapal patroli Indonesia berjarak hanya sekitar 15 mil dari posisi kapal-kapal Vietnam tersebut. Ia mengatakan laporan sudah berulang kali disampaikan ke TNI AL Tarempa dan PSDKP Anambas, tetapi belum ada tindakan tegas di lapangan.
Menanggapi hal tersebut, Pasintel Lanal Tarempa, Kapten Laut (P) Ajat Sudrajat, menyatakan bahwa patroli gabungan terakhir dilaksanakan pada 17 April 2025, bersama Polairud dan PSDKP. Namun, dalam patroli tersebut, pihaknya belum menemukan kapal ikan asing Vietnam.
“Terakhir kami melaksanakan patroli gabungan pada tanggal 17 April 2025 bersama Polairud dan PSDKP. Kami belum menemukan KIA tersebut. Terima kasih,” kata Ajat melalui pesan singkat.

Ajat menambahkan bahwa patroli di perairan Kepulauan Anambas dilaksanakan dalam rangka Operasi Keamanan Laut Terpadu (Opskamlatas). Menurutnya, jadwal patroli disusun secara teratur dan disesuaikan dengan waktu-waktu yang dianggap rawan terjadinya tindak pidana di laut.
74 Kapal Asing Masuk, Nelayan Minta Ikut Patroli
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri meminta PSDKP harus melibatkan nelayan dalam patroli, nelayan bisa mengarahkan titik patroli yang memang marak KIA Vietnamnya.
“Kalau nelayan yang mengarahkan, bisa puluhan yang ditangkap,” kata Hendri kepada Malaka melalui sambungan telepon 16 April 2025.
Pernyataan Hendri sejalan dengan temuan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI). Senior analis IOJI, Imam Prakoso, mencatat bahwa sedikitnya 74 kapal Vietnam masuk secara ilegal ke Laut Natuna Utara pada 11 April 2025. Ia menyebut kapal-kapal itu masuk melalui dua jalur, yakni langsung dari Vietnam atau lewat Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia.
Imam menunjukkan tangkapan citra satelit kepada Malaka. Ia memperlihatkan lokasi dua kapal Vietnam yang ditangkap KKP pada 14 April 2025. Jika titik koordinatnya dipetakan, kapal-kapal itu berada di ZEE Indonesia, sangat dekat dengan perbatasan ZEE Malaysia. Temuan ini menguatkan dugaan bahwa kapal Vietnam masuk melalui dua jalur: dari utara lewat Laut Cina Selatan dan dari barat melalui ZEE Malaysia.
Menurut Imam, kapal yang masuk lewat jalur Malaysia lebih mudah dijangkau karena lebih dekat dengan pangkalan PSDKP di Batam. “Jalur itu lebih dekat dan lebih mungkin diawasi,” katanya kepada Malaka.

Sebaliknya, kapal yang datang dari arah utara lebih sulit diawasi. Selain jaraknya jauh, kapal patroli Indonesia juga berisiko berhadapan langsung dengan kapal pengawas Vietnam, yang bisa memicu konflik.
Imam menyarankan agar aparat laut Indonesia melakukan patroli gabungan secara serentak, terutama pada bulan-bulan saat jumlah kapal asing meningkat, seperti April dan Mei. Menurutnya, jika dilakukan terpadu, puluhan kapal bisa ditangkap sekaligus.
Penangkapan dalam skala besar seperti itu diyakini bisa memberikan efek jera bagi pelaku Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Yogi Eka Sahputra berkontribusi dalam laporan ini. Disunting oleh Bintang Antonio.