Pesan itu masuk pada siang hari.
“Bang, ada nelayan di Anambas yang menemukan kapal ikan Vietnam lagi di Laut Anambas Utara. Bisa dibantu follow up, Bang?” kata Mustafa, Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kecamatan Siantan Timur, Kabupaten Kepualauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, melalui sambungan telepon kepada Malaka di Kota Batam, 12 April 2025.
Beberapa menit kemudian, sambungan telepon menghubungkan kami dengan Yupin, 47 tahun, nelayan asal Palmatak. Dia mengaku melihat langsung tujuh kapal Vietnam melempar jaring pukat di perairan utara Anambas, pada Kamis sore, 10 April 2025. Selain memotret dan merekam, ia juga mengambil posisi kapal ditemukan: 04.39.098 LU dan 106.59.897 BT.
Koordinat itu ia kirimkan kepada Malaka bukan cuma sebagai bukti, tetapi juga agar bisa membuka mata pejabat daerah dan pusat bahwa kapal asing sudah terlalu sering masuk ke wilayah Indonesia. Ia mengaku sudah sering melapor, tetapi tidak ada tindakan nyata yang terlihat. Jika hal ini terus berulang, ia bersama para nelayan lain siap menggelar demonstrasi ke kantor pemerintah daerah.
“Ada banyak kapal Vietnam di sana. Tidak ada kapal patroli atau kapal perang yang mengusir,” kata Yupin.
Mereka marah bukan hanya karena kapal asing itu masuk, tetapi karena kapal-kapal itu menggunakan pukat trawl, jaring besar yang dilarang di Indonesia. Alat ini menyapu habis ikan dan merusak dasar laut. Sementara nelayan lokal hanya diizinkan memakai alat tangkap tradisional seperti pancing ulur
“Sepuluh kilogram ikan saja sekarang susah kami dapat. Padahal sudah menempuh lebih dari 50 mil ke laut. Satu hari satu malam baru sampai ke lokasi,” kata Yupin. Ia menambahkan, “Kami ingin perubahan. Presiden harus turun tangan.”
Untuk menanggapi laporan dari nelayan Anambas, Malaka langsung berbicara dengan banyak pihak, mulai dari Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Laksamana Madya TNI Irvansyah, hingga Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, yang sama-sama menyatakan: akan segera turun untuk menindak.
Sudah Dua Tahun Tak Ditindak
Wakil Ketua HNSI Siantan Timur, Mustafa (40), sebenarnya juga sudah melaporkan adanya kapal ikan asing (KIA) asal Vietnam yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Anambas, pada Selasa, 25 Maret 2025. Dalam laporannya kepada Malaka, Mustafa juga menyertakan titik lokasi kapal berdasarkan data GPS: 04.47.320 LU dan 106.07.563 BT.

Tidak hanya melapor, Mustafa juga menyertakan video yang memperlihatkan keberadaan kapal perang atau kapal patroli Indonesia yang berjarak sekitar 15 mil dari lokasi kapal-kapal Vietnam tersebut.
“Nelayan yang sedang melaut mengirimkan videonya. Di sana terlihat kapal perang Indonesia, tapi kapal Vietnam tidak ditindak,” kata Mustafa saat dihubungi pada Kamis, 3 April 2025.
Mustafa menyebut pelanggaran seperti ini sudah berulang dalam dua tahun terakhir. Ia menegaskan kapal-kapal tersebut berasal dari Vietnam, bukan dari Jawa. Menurutnya, penggunaan pukat trawl tidak hanya merusak ekosistem laut, tapi juga menyebabkan kerugian bagi nelayan lokal karena banyak alat tangkap yang hilang atau rusak.
“Saya sendiri sudah kehilangan 14 bubu dengan kerugian lebih dari Rp11 juta. Teman-teman nelayan juga mengalami hal yang sama,” kata Mustafa. Ia menyebut laporan sudah berulang kali disampaikan ke TNI AL Tarempa dan PSDKP Anambas, tetapi belum ada tindakan tegas di lapangan.
Datanya Jelas, Aksinya Tidak
Temuan nelayan di Anambas kami verifikasi bersama IOJI menggunakan sistem pelacakan AIS. Hasil deteksi dari Lloyd’s Intelligence Seasearcher menunjukkan sembilan kapal Vietnam beroperasi di Laut Anambas Utara pada 10 April 2025, tepat di wilayah tangkapan tradisional nelayan, tanpa pengawasan aparat.
“Ini hasil deteksi kami pada 7 April. Memang betul, banyak kapal ikan Vietnam terpantau di utara Anambas,” kata Imam Prakoso, analis IOJI, saat dihubungi pada Sabtu, 12 April 2025.
Imam menjelaskan, aktivitas kapal asing di Anambas dan Natuna meningkat sejak 2021 dan cenderung berulang setiap Maret. Menurutnya, pola ini bersifat musiman dan seharusnya bisa diprediksi serta diantisipasi lebih awal.
IOJI telah mengirim surat resmi ke Kementerian Luar Negeri RI pada 25 Maret 2025, mendesak pemerintah segera menempuh jalur diplomatik dengan Vietnam untuk menghentikan praktik pencurian ikan yang merusak lingkungan laut. “Mayoritas kapal yang kami identifikasi berasal dari Vietnam,” kata Imam.
Selain kapal Vietnam, IOJI mencatat peningkatan aktivitas kapal China Coast Guard di Laut Natuna Utara sejak akhir 2024. Imam menilai, Natuna masih menjadi titik rawan konflik dan pelanggaran di wilayah ini sudah menyentuh isu keamanan nasional yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Dalam beberapa bulan terakhir, IOJI mencatat kehadiran kapal riset, milisi perikanan, hingga kapal pengawal dari CCG yang beberapa kali masuk ke wilayah Indonesia di Laut Natuna Utara. Ketegangan sempat meningkat pada Oktober 2024 ketika sebuah kapal CCG dilaporkan mengganggu aktivitas eksplorasi migas Indonesia di wilayah timur Natuna, yang berada dalam zona tumpang tindih dengan klaim sepihak dari China.
Menanggapi situasi itu, Pemerintah sempat mengerahkan armada gabungan Bakamla RI dan TNI AL untuk mengawal eksplorasi migas di Natuna. Namun menurut Imam, respons seperti itu terlalu reaktif dan tidak cukup menghadapi ancaman yang terus berulang. Ia menyebut patroli agresif China Coast Guard bisa terus berlangsung hingga survei dihentikan. IOJI memperingatkan, ketegangan di Laut Natuna Utara bisa menjadi bom waktu karena risiko konflik terbuka terus meningkat.
Imam menilai, Indonesia perlu mengambil peran lebih besar dalam menjaga keamanan kawasan, termasuk memperkuat kerja sama maritim dengan negara-negara ASEAN. Menurutnya, pendekatan kolektif lebih efektif daripada hanya bersikap reaktif. “Tidak bisa terus-menerus jadi pemadam kebakaran. Harus ada penguatan keamanan laut yang terencana dan menyeluruh,” katanya.
Aparat Laut: Terima Kasih Nelayan
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia, Laksamana Madya TNI Irvansyah, menyampaikan apresiasi atas informasi yang disampaikan para nelayan terkait maraknya aktivitas kapal ikan asing (KIA) Vietnam di Laut Anambas Utara.

“Terima kasih kepada nelayan yang kasih info,” kata Irvansyah, Sabtu, 12 April 2025.
Menanggapi laporan tersebut, Irvansyah menyatakan akan meneruskan data yang diterima ke stafnya untuk dilakukan pengecekan di lapangan dan ditindaklanjuti sesuai kewenangan.
“Saya kirimkan ke staf untuk cek dan tindak,” kata Irvan. Ia menambahkan bahwa tindak lanjut akan dilakukan dengan berkoordinasi bersama aparat penegakan hukum laut lainnya.
“Nanti sekalian akan dikoordinasikan dengan aparat lain di perairan tersebut,” katanya.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono. “Baik. Segera saya perintahkan operasi,” katanya Pung Nugroho.
Editor: Bintang Antonio.