Sehari sebelum Pelabuhan Ferry International Gold Coast di Bengkong, Batam, diresmikan, aktivis kemanusiaan Romo Paschalis sudah mengingatkan: pelabuhan ini bisa jadi jalur baru penyelundupan pekerja migran jika tak diawasi secara ketat.
Ia bicara bukan tanpa dasar. Sepanjang 2024, lebih dari seribu pekerja migran nonprosedural dideportasi dari Malaysia setelah berangkat dari pelabuhan resmi di Batam, sebagian besar lewat Batam Center dan Harbour Bay. Bahkan, seorang petugas BP Batam sempat ditangkap polisi pada akhir tahun lalu karena diduga terlibat menyelundupkan pekerja migran ke Singapura dari Pelabuhan Internasional Batam Center.
Peringatan Romo senada dengan kekhawatiran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dalam peresmian Gold Coast pada Senin, 14 April 2025, Sigit menegaskan bahwa pelabuhan internasional yang baru dibuka khusus untuk pariwisata itu tidak boleh menjadi jalur penyelundupan. Ia menyampaikan peringatan tersebut karena memiliki data bahwa praktik penyelundupan manusia di Batam kini tidak lagi hanya terjadi melalui pelabuhan tikus, tetapi juga lewat pelabuhan resmi.
“Saya titip, tolong diawasi betul-betul,” kata Sigit ketika memberi sambutan. Ia meminta seluruh aparat, mulai dari kepolisian, Imigrasi, Bea Cukai, hingga pengelola pelabuhan, untuk saling mengawasi dan bekerja sama. Dalam konferensi pers usai acara, ia menekankan: “Jaga masyarakat kita. Jangan sampai mereka jadi korban mafia.”
Besar kecilnya perhatian terhadap pelabuhan ini juga terlihat dari siapa saja yang hadir dalam acara peresmian. Selain pejabat tinggi di Kepulauan Riau seperti gubernur, kapolda, dan wali kota, hadir pula Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan, Agus Harimurti Yudhoyono, serta Wakil Ketua KPK RI, Johanis Tanak.
Pemilik Pelabuhan Gold Coast, Tek Po alias Abi, menolak menjawab saat ditanya soal kemungkinan penyelundupan manusia lewat pelabuhannya. “Nanti saja, nanti saja,” katanya.

Sementara itu, General Manager Terminal Ferry Internasional Bengkong, Rusliden, memilih lebih berhati-hati. Ia mengatakan bahwa tugas mereka hanya melayani penumpang, sedangkan urusan pengawasan adalah wewenang Imigrasi dan Bea Cukai. “Kami bekerja sesuai aturan,” katanya.
Kepala Imigrasi Bantah Kapolri
Dalam peresmian itu, sebenarnya hadir juga Plt. Dirjen Imigrasi, Saffar M. Godam. Namun, ia menolak permintaan wawancara, dan meminta Malaka untuk bertanya langsung kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, Hajar Aswad.
Hajar malah membantah bahwa penyelundupan pekerja migran melalui pelabuhan resmi masih marak, seperti yang disampaikan Kapolri. Menurutnya, Imigrasi telah menunda keberangkatan sejumlah warga yang diduga terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang atau penyelundupan manusia.
“Selama ini memang ada satu dua, tetapi tidak jadi berangkat. Kami bisa buktikan sudah ada penundaan keberangkatan [yang tidak sesuai prosedur],” katanya saat diwawancarai dalam peresmian Pelabuhan Gold Coast.
Hajar bahkan menyatakan bahwa kondisi pelabuhan resmi di Batam saat ini sudah terkendali. “Enggak ada. Sekarang Batam semua saya nyatakan clean. Tahun 2024 itu sekitar 3.000 lebih keberangkatan yang kami tunda,” katanya.
Ia juga memaparkan data terbaru. Dari Januari hingga Maret 2025, Imigrasi telah menunda keberangkatan 1.611 orang. Sebagian besar di antaranya mengaku hendak berlibur ke Malaysia atau Singapura, tetapi saat pemeriksaan ditemukan indikasi bahwa mereka adalah pekerja migran nonprosedural.
Menurut Hajar, data tersebut menjadi bukti bahwa pengawasan Imigrasi selama ini berjalan. Petugas, kata dia, telah menindak warga negara Indonesia yang hendak keluar melalui pelabuhan resmi dan terindikasi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). “Dari data itu, kebanyakan berasal dari Sumatra Utara. Ada juga yang berasal dari daerah sekitar Batam,” kata Hajar Aswad.

Untuk memastikan, Malaka kembali menanyakan apakah praktik penyelundupan masih terjadi di pelabuhan resmi. Hajar mengakui bahwa penyelundupan masih ada, tetapi mengklaim sudah diatasi melalui penundaan keberangkatan. “Ya, saya bilang ada,” katanya. “Mereka terus mencoba, kami tetap menunda.”
Romo: Jangan Sandiwara
Romo Paschalis geram mendengar pernyataan Kepala Kantor Imigrasi Batam, Hajar Aswad, yang menyebut pelabuhan resmi di Batam sudah “clean” dari praktik penyelundupan pekerja migran. Menurut Romo, pernyataan Kapolri justru sesuai dengan kenyataan di lapangan: penyelundupan masih terjadi melalui pelabuhan resmi.
“Kalau dibilang pelabuhan resmi itu clean dari tindakan penyelundupan, bahaya [pernyataan] itu,” kata Romo kepada Malaka, 15 April 2025.
Ia menilai pernyataan Imigrasi menunjukkan bahwa pengawasan belum dilakukan dengan baik. Romo bahkan menantang agar Imigrasi memberikan pernyataan resmi atas klaim tersebut, atau jika tidak bisa dibuktikan, Imigrasi harus menyampaikan permintaan maaf. “Kalau dia bilang clean, aneh itu,” katanya.
Sebagai Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP), Romo Paschalis mengutip data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), yang menunjukkan tingginya angka deportasi sepanjang 2024. Dalam satu tahun, tercatat sebanyak 2.910 pekerja migran Indonesia dideportasi dari Malaysia. Dari jumlah itu, 1.405 orang masuk ke Malaysia melalui pelabuhan internasional yang berada di Kepulauan Riau.
Dari 1.405 orang tersebut, hampir 80 persen berangkat melalui pelabuhan resmi; dengan jumlah terbanyak berasal dari Batam. Rinciannya: 1.014 orang berangkat dari Pelabuhan Batam Center, sisanya 391 orang dari pelabuhan resmi lainnya di Batam.
Romo juga mengungkap data tahun 2025 yang tidak kalah mencemaskan. Dalam empat bulan pertama saja, sebanyak 1.492 pekerja migran telah dideportasi dari Malaysia. Dari angka itu, 1.300 orang masuk melalui pelabuhan resmi, dan 872 di antaranya berangkat dari pelabuhan yang berada di Kepulauan Riau. Lagi-lagi, Batam Center menjadi titik tertinggi, dengan 481 orang berangkat dari sana, 154 dari Harbour Bay, dan sisanya melalui pelabuhan di Tanjungpinang dan Tanjung Balai Karimun.
Meski banyak dari mereka membawa paspor resmi, Romo menilai mereka tetap tergolong sebagai pekerja migran nonprosedural. “Mungkin mereka berpaspor resmi, tapi tetap saja itu PMI unprosedural,” katanya.
Menanggapi data penundaan keberangkatan yang disampaikan Imigrasi, Romo menyebut hal itu sebagai propaganda. Ia mengatakan penundaan memang dilakukan, tetapi bukan jaminan bahwa penyelundupan tidak terjadi. “Tunda itu bukan jaminan. Dulu kami ungkap juga, tahun 2022 ada penundaan-penundaan seperti itu. Itu lagu lama,” kata Romo.

Menurut Romo, data yang ada seharusnya menjadi peringatan serius. Ia menegaskan bahwa peresmian pelabuhan baru seperti Gold Coast harus diiringi dengan pengawasan ketat. “Kita bukan bacot. Kita tahu juga. Kita pernah konsen gara-gara ini. Ini bukan hal baru. Nggak usah sandiwara lah di antara kita. Jadi, pelabuhan baru ini harus benar-benar diawasi. Jangan sampai dimanfaatkan mafia penyelundupan orang,” katanya.
Romo juga mengapresiasi pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang secara terbuka menyoroti potensi penyalahgunaan pelabuhan resmi. Ia berharap pernyataan tersebut ditindaklanjuti secara serius oleh jajaran di bawahnya, terutama Kapolda Kepulauan Riau, Inspektur Jenderal Polisi Asep Safrudin.
“Apa yang disampaikan Kapolri itu serius. Berulang kali beliau sampaikan, baik di mimbar maupun di luar. Itu harus ditanggapi serius,” kata Romo.
Ia menilai kini bola sudah ada di tangan Kapolda Kepri. “Kapolda seharusnya paham dengan instruksi itu. Sekarang tinggal keberanian dia untuk menjalankan perintah,” katanya.
Romo menegaskan bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam. Menurutnya, publik akan terus memantau langkah aparat di lapangan dan berharap ada tindakan yang sejalan dengan perintah Kapolri. “Ini seharusnya jadi kekuatan Kapolda Kepri. Jangan takut lagi. Cegat semua. Siapa yang bermain, pembekingnya juga harus disikat. Sudah ada instruksi, kok. Masak kita lawan pimpinan?” pungkasnya.
Editor: Bintang Antonio.